...
resensi novel laut bercerita
5-min read

Resensi Novel Laut Bercerita: Kisah Kekejaman Rezim Orde Baru dari Dua Karakter Berbeda

resensi novel laut bercerita

Banyak dari kamu yang suka baca novel, pasti tau soal novel Laut Bercerita karangan Leila Salikha Chudori. Kalau belum, simak resensi dari novel “Laut Bercerita” karya Leila Salikha Chudori berikut ini.

Novel ini berhasil mengambil hati banyak pembaca dengan ceritanya yang penuh dengan konflik dan pembahasan yang menarik. Kali ini, kita akan membahas sedikit resensi novel Laut Bercerita, juga tentang profil penulisnya sendiri, Leila Salikha Chudori. Yuk ikuti terus tulisan kami sampai akhir!

Siapa Leila Salikha Chudori?

resensi novel laut bercerita
Source: Koropak

Buat sebagian orang mungkin nama yang satu ini udah nggak asing lagi. Leila S. Chudori atau Leila Salikha Chudori adalah seorang penulis dan juga jurnalis yang lahir pada tahun 1962. Leila sendiri sudah memulai perjalanannnya di dunia sastra sejak berumur 11 tahun.

Di mana cerpen pertamanya yang berjudul “Pesan Sebatang Pohon Pisang” dimuat di majalah anak-anak Si Kuncung (1973). Sejak saat itu ia mulai membuat cerpen lainnya yang juga dimuat di berbagai majalah remaja saat itu.

Setelah kuliah, ia mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra Horison, surat kabar Kompas MingguSinar Harapan, serta majalah Zaman dan Matra. Di mana kumpulan cerpen tersebut disatukan dalam sebuah buku berjudul Malam Terakhir.

Buku tersebut diterbitkan oleh Pustaka Grafiti (1989) dan dua puluh tahun kemudian (2009) diterbitkan kembali oleh penerbit Gramedia. Buku kumpulan cerpen ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Die Letzte Nacht  oleh Horlemman Verlag.

Selain di majalah dan surat kabar, tulisan Leila juga dimuat di jurnal sastra, baik di dalam maupun di luar negeri, seperti dalam jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Cerpen Leila juga dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S, Chudori and Women in Contemporary Fiction Writing” dalam jurnal sastra Tenggara.

Namanya juga tercantum dalam kamus sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan oleh Editions des Femmes, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus itu berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dalam dunia seni.

Perjalanan karir

Leila sempat berhenti menulis karya fiksi selama kurang lebih 20 tahun (1989-2009), di mana saat itu adalah saat-saat di mana ia sedang fokus bekerja menjadi seorang wartawan dan hanya sempat menulis berita serta resensi untuk majalahnya.

Di tahun 2009 inilah, Leila kembali meluncurkan buku karangan fiksinya yang berjudul “9 dari Nadira” yang lagi-lagi berhasil menyita perhatian banyak penggemar dan penggiat sastra.

Buku ini juga mendapat “Penghargaan Sastra” dari Badan Pengembagan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2011. Penerbit buku Gramedia Pustaka Utama, pada tahun 2015, menerbitkan kembali buku 9 dari Nadira dengan judul Nadira.

Pada buku terbitan ulangnay terdapat penambahan dua cerita lagi, yaitu “Sebelum Matahari mengetuk Pagi” dan “Dari New York Ke Legian”, di mana cerita berfokus pada sosok Tara dan Satimin sebagai tokoh utamanya.

Selain menulis novel dan cerpen, Leila juga menulis skenario, yang dimana ada skenario drama televisi “Dunia Tanpa Koma” (2006), skenario film pendek “Drupadi” (sebuah tafsir dari kisah Mahabrata, 2008), dan skenario film “Kata Maaf Terakhir” (2009).

Info wajib baca: Contoh Singkat Naskah Drama 5 Orang Tentang Kesombongan dan Makna yang Bisa Diambil

Resensi Novel Laut Bercerita

resensi novel laut bercerita
Source: Konteks.co.id

Saat ini, salah satu novelnya yang masih banyak dibaca oleh orang-orang adalah “Laut Bercerita”, di mana novel ini mengangkat tema sejarah Indonesia pada zaman rezim orde baru yang kejam dengan cerita dari dua sisi tokoh utama, yaitu Biru Laut dan Asmara.

Simak sinopsis novel singkat atau resensi mengenai buku novel yang mengangkat kejamnya rezim orde baru dalam sebuah karya sastra.

Resensi novel “Laut Bercerita” bagian pertama: Sudut pandang Biru Laut

Biru Laut, atau yang akrab dipanggil Laut, adalah seorang mahasiswa program studi Sastra Inggris di Universita Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia sangat menggeluti dunia sastra dan tidak sedikit buku sastra klasik yang dimilikinya, baik itu buku sastra bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Laut juga gemar membaca berbagai buku karangan Pramoedya Ananta Toer, di mana kala itu peredarannya dilarang di Indonesia. Hal itu yang menekatkan dirinya secara diam-diam untuk memfotokopi buku-buku tersebut di salah satu tempat yang disebut sebagai fotokopi terlarang.

Mulai dari sana, dirinya bertemu dengan Kinan, salah satu mahasiswa FISIP yang memperkenalkan Laut akan organisasi Winatra dan Wirasena, organisasi tempat ia dan kawan-kawan barunya ini berdiskusi tentang buku dan hal lainnya, termasuk menentang pemerintahan.

Setelah ikut bergabung dengan organisasi Winatra, Laut jadi semakin menggiatkan aktivitas diskusi buku bersama rekan-rekan seorganisasi nya. Bukan hanya buku, melainkan beberapa konsep yang hendak mereka lakukan untuk menentang doktrin pemerintah di negara ini yang telah dipimpin oleh satu presiden selama lebih dari 30 tahun.

Kegiatan Laut sendiri juga nggak cuma berdiskusi di organisasinya, ia juga gemar menulis dan kerap menuangkan gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Kemudian tulisan itu ia kirim agar dapat dimuat oleh media cetak harian. Laut juga beberapa kali bekerja sebagai translator, misal, penerjemah dari novel bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Dalam novel ini, diceritakan bahwa Laut beserta rekan-rekannya melaksanakan beberapa aksi atau gerakan untuk membela rakyat yang telah diambil haknya oleh pemerintah, salah satunya “Aksi Tanam Jagung Blangguan”.

Akan tetapi, jauh sebelum mereka melakukan aksi tersebut, Laut bersama teman-temannya berdiskusi terlebih dahulu yang dikenal sebagai diskusi kwangju. Dari situlah, awal mula Laut dan rekan-rekannya mengetahui dan mengenal arti dari sebuah pengkhianatan yang membawa petaka besar.

Awal malapetaka dan hilangnya Laut

Diskusi kwangju yang semestinya berlangsung baik dan lancar justru terhambat karena adanya intel yang secara tiba-tiba mendatangi markas mereka. Namun, tidak ada yang tahu pelaku yang membocorkan diskusi mereka.

Beberapa anggota dari organisasi Winatra sedikit menaruh curiga pada Naratama sebab dirinya nggak kelihatan saat aksi penyergapan dilakukan, tetapi itu hanyalah dugaan mereka. Belum diketahui kebenaran yang sesungguhnya seperti apa.

Aksi tanam jagung di Blangguan pun dilancarkan. Setelah selesai, Laut beserta rekan-rekannya kembali ke terminal. Mereka berpisah-pisah, ada yang ke Pacet, kemudian ada yang ke Yogyakarta.

Saat berada di ruang tunggu bis, terdapat sekelompok orang mencurigakan yang mengintai mereka. Hingga akhirnya, Laut, Bram, dan Alex tertangkap, sementara yang lainnya entah melarikan diri ke mana.

Laut, Bram, dan Alex dibawa ke suatu tempat, semacam markas tentara. Di markas, sekelompok orang itu menginterogasi Laut, Bram, dan Alex.

Tidak hanya diinterogasi, mereka pun diperlakukan secara tidak manusiawi, seperti disiksa, diinjak, dipukul, dan disetrum. Pertanyaan sekelompok orang tersebut tidak lain adalah ‘siapa dalang atas aktivitas yang mereka lakukan.’

Setelah kurang lebih dua hari satu malam, penganiayaan dan penyekapan itu pun berakhir. Laut, Bram, dan Alex dikembalikan ke terminal Bungurasih. Di terminal Bungurasih, Laut, Bram, dan Alex dijemput oleh kedua kakak dari Anjani. Mereka bertiga dibawa dan ditempatkan ke sebuah tempat yang aman di Pacet. Di sana ada Daniel, Kinan, Anjani, beserta teman-teman yang lain menunggu mereka.

Singkatnya, yang disayangkan adalah Laut kembali diringkus oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, tepatnya tanggal 13 Maret 1998. Semenjak mereka menjadi buronan di tahun 1996 sebab organisasi Winatra dan Wirasena dikatakan berbahaya bagi pemerintah.

Yang sebelumnya Sunu, Mas Gala, dan Narendra secara tiba-tiba hilang, kemudian, lambat laun beberapa rekan-rekan yang lain pun hilang entah ke mana. Lalu, sekarang Laut disusul oleh Alex dan Daniel yang menghilang.

Saat penculikan dan penyekapan itu, mereka memperoleh siksaan yang sangat tidak manusiawi, bisa dikatakan sangat sadis dan biadab. Mereka semua dipukuli, disiram dengan air es, disetrum, digantung dengan kaki yang berada di atas dan kepala berada di bawah, ditelentangkan di atas batangan es yang sangat dingin, serta penyiksaan lainnya.

Info wajib baca: 10 Rekomendasi Cerita yang Melibatkan Konflik | Seru dan Menegangkan

Cerita lain di bagian pertama

Di bagian pertama, tidak hanya membicarakan terkait aktivitas Laut dan teman-temannya dalam pergerakan yang hendak mereka jalani, melain ada pula sisipan kisah antara Laut dan anggota keluarganya. Saat Laut dan teman-temannya menghilang, semua kehidupan mereka dan orang-orang terdekat mereka pun senantiasa berubah.

Sejak Laut kuliah di Yogyakarta, ia dengan bapak, ibu, dan Asmara (adiknya Laut) semakin jarang berkumpul bersama. Oleh sebab itu, bapaknya memutuskan bahwa hari Minggu adalah hari bersama untuk keluarga mereka, tidak boleh ada yang mengganggu. Saat makan malam adalah hal yang paling menarik bisa dikatakan menjadi sebuah ritual bagi mereka. Di sana adanya kebersamaan dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah-wajah mereka.

Tak hanya itu, novel “Laut Bercerita” juga menyisipkan kisah antara laut dengan kegiatan kuliahnya, yakni sebagai seorang mahasiswa Sastra Inggris. Laut memang aktif di organisasi Winatra itu, tetapi dirinya tidak lupa akan pelajaran kuliahnya. Hal itu terbukti bahwa dia masih menyusun skripsi dan dapat menuntaskannya.

Resensi novel “Laut Bercerita” bagian kedua: Sudut pandang Asmara, adik Laut

Pada bagian kedua di buku ini bercerita dari sudut pandang sang adik, yaitu Asmara. Adik dari Laut ini sendiri memiliki visi dan minat yang berbeda dengan kakaknya, di mana ia lebih tertarik dengan sains daripada sastra.

Berawal dari tahun 2000, tepat dua tahun setelah Laut beserta 13 temannya menghilang entah ke mana. Terdapat hal yang menyesakkan dada, yakni saat mereka melangsungkan acara atau yang mereka sebut sebagai ritual makan malam bersama di setiap hari Minggu.

Bapak masih menyisakan satu piring untuk Laut, berharap bahwa ia kelak pulang ke rumah dan kembali makan bersama. Akan tetapi, selama apapun menunggu, hasilnya selalu sama dan nihil.

Kemudian, Asmara dan kawan-kawannya memutuskan untuk mendirikan semacam lembaga khusus menangani orang yang dihilangkan secara paksa, layaknya Laut, kakak Asmara. Ia tidak membangunnya dengan kawan-kawannya saja.

Ia juga bekerja sama dengan berbagai orang dan keluarga dari teman-teman Laut yang belum ditemukan juga. Lembaga itu didirikan dengan harapan agar Laut beserta rekan-rekannya yang hilang itu, tidak habis dimakan waktu dan pemerintahan segera menuntaskan perkara ini.

Hingga akhirnya, dirinya mendapatkan informasi mengenai ditemukannya tulang belulang manusia di Kepulauan Seribu. Ada sebagian yang dikubur, kemudian sebagian lainnya sedang dilakukan penelitian oleh dokter forensik.

Mereka semua tidak tahu, tulang siapakah itu? Akan tetapi, Asmara tidak menaruh harap bahwa itu tulang kakaknya sebab ia yakin Laut tidak akan pernah pulang dan kembali.

Ada satu hal lagi yang terbesit dalam benak Asmara, “siapakah sebenarnya yang telah melakukan pengkhianatan tersebut dan menjadi dalang atas kasus penghilangan paksa ini?”


Kisah yang menyayat hati dan menguras emosi ini berhasil disampaikan oleh Leila S. Chudori dengan penulisan sastra yang baik. Nggak heran kalau buku ini masih banyak dibaca orang hingga sekarang. Nggak kalah dengan resensi buku Laskar Pelangi.

Sering gabut dan bosan scroll layar hp terus? Yuk, mending follow akun media sosial Infokost di Twitter @infokost, Instagram @infokost, dan TikTok @infokostid. Ada banyak tips dan info menarik lainnya yang bisa bikin gabutmu jadi lebih bermanfaat, lho. Nggak percaya? Langsung cek aja!

Cek Info Kost di Kotamu:

Info Kost Yogyakarta Murah

Info Kost Bandung Murah

Kost Jakarta Barat Murah

Info Kost Jakarta Selatan Murah

Kost Jakarta Pusat Murah

Join The Discussion

Cari

Compare listings

Compare